Marknews.id – Tasbih adalah untaian butir manik yang digunakan untuk menghitung doa atau dzikir. Dalam Islam, tasbih identik dengan jumlah 33 atau 99 butir yang dipakai untuk membaca subhānallāh, alhamdulillāh, dan allāhu akbar. Namun, sejarah penggunaannya jauh lebih tua dan tidak hanya terbatas pada umat Islam.

Dalam agama Hindu dan Buddha, dikenal mala yang berjumlah 108 butir untuk menghitung mantra saat meditasi. Umat Katolik menggunakan rosario untuk membantu menghitung doa Salam Maria, Bapa Kami, dan doa-doa lainnya. Bahkan tradisi kuno lain, termasuk kepercayaan pagan, memiliki untaian manik sebagai bagian dari ritual spiritual.

Hal ini menunjukkan bahwa manusia di berbagai peradaban membutuhkan sarana untuk menjaga konsentrasi dan keteraturan dalam doa.

Pada masa Rasulullah ﷺ, umat Islam dianjurkan menghitung dzikir dengan jari sebagai bentuk kesaksian anggota tubuh di hari kiamat. Namun, seiring berkembangnya tradisi tasawuf dan praktik dzikir berjamaah, penggunaan tasbih menjadi semakin luas sebagai alat bantu praktis. Dari Timur Tengah, tradisi ini kemudian menyebar ke seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia.

Di Nusantara, tasbih telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan keagamaan, khususnya di pesantren dan majelis dzikir. Seiring perkembangan zaman, fungsi tasbih pun mengalami pergeseran:

  1. Alat Ibadah – digunakan untuk dzikir dan doa harian.

  2. Simbol Spiritual – dibawa ulama, kiai, atau tokoh agama sebagai tanda kedekatan dengan nilai religius.

  3. Aksesoris dan Mode – dibuat dari kayu gaharu, cendana, batu akik, hingga mutiara, bahkan dijadikan gantungan kunci atau hiasan mobil.

  4. Identitas Sosial – bagi sebagian orang, tasbih menjadi simbol status maupun gaya hidup religius.

Memasuki era modern, teknologi menghadirkan tasbih digital. Bentuknya beragam, mulai dari cincin atau counter kecil yang dipakai di jari, hingga aplikasi pada smartphone dan smartwatch.

Kelebihan tasbih digital di antaranya: praktis, ringan dibawa, mampu menghitung dzikir tanpa untaian panjang, dilengkapi layar untuk menampilkan jumlah bacaan, serta cocok digunakan di tempat umum tanpa menarik perhatian.

Meski demikian, banyak orang masih merasa lebih khusyuk menggunakan tasbih tradisional. Sentuhan butirannya diyakini menghadirkan ketenangan yang berbeda dibanding perangkat digital.

Tasbih adalah warisan spiritual yang melintasi agama dan budaya. Dari mala Hindu-Buddha, rosario Katolik, hingga tasbih Islam, semuanya menunjukkan kebutuhan manusia untuk menjaga fokus dalam doa. Perkembangannya menjadikan tasbih bukan hanya alat ibadah, melainkan juga simbol identitas dan aksesoris.

Kehadiran tasbih digital menambah dimensi baru, yakni memadukan tradisi dzikir dengan teknologi modern. Pada akhirnya, baik tasbih tradisional maupun digital, esensinya tetap sama: membantu manusia mengingat Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Reporter: M Saifullah Rifat

Tag