Marknews.id – Hidangan berkuah hangat yang dikenal hampir di seluruh penjuru Nusantara ini ternyata memiliki sejarah panjang dalam perjalanannya, bukan hanya dari sisi rasa, tetapi juga dari sisi bahasa. Ya, soto yang kini menjadi kuliner khas Indonesia ternyata dulunya disebut tauto dan saoto.
Sejarawan kuliner menyebut, kata tauto diyakini berasal dari pengaruh kuliner Tionghoa, terutama melalui dialek Hokkian. Istilah cao do atau chau tu yang berarti sup campuran daging dan rempah, masuk ke pesisir Jawa pada masa lalu dan kemudian diserap lidah lokal menjadi tauto. Hingga kini, Pekalongan masih mempertahankan sebutan tersebut dengan hidangan khasnya, Tauto Pekalongan, yang berciri kuah kecokelatan dengan bumbu tauco.
Perkembangan berikutnya, istilah saoto populer di beberapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti Saoto Sokaraja di Banyumas. Perubahan bunyi ini diduga terjadi karena pengaruh lidah lokal Jawa, yang lebih mudah mengucapkan awalan “sa-” dibandingkan “tau-”.
Namun seiring waktu, penyebutan semakin disederhanakan menjadi soto. Kata yang lebih singkat ini akhirnya meluas dan diterima secara nasional. Dari Soto Betawi, Soto Lamongan, Soto Banjar, hingga Coto Makassar, semuanya menggunakan istilah yang sama meskipun dengan kekayaan rasa yang berbeda-beda.
Perjalanan bahasa ini membuktikan bahwa soto bukan hanya kuliner, melainkan juga warisan budaya yang menyatukan berbagai pengaruh mulai dari Tionghoa, Jawa, hingga kearifan lokal di setiap daerah.
Kini, soto tidak hanya menjadi makanan sehari-hari masyarakat Indonesia, tetapi juga identitas kuliner bangsa yang mendunia.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan