GO SOUTH 2025 Hadirkan Akademisi Dunia Bahas Kemandirian Intelektual Global Selatan

Marknews.id, Yogyakarta – Tujuh dekade setelah Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung menggema sebagai simbol perlawanan terhadap kolonialisme, semangat solidaritas negara-negara Selatan Dunia kembali digaungkan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Melalui Annual Convention on the Global South (GO SOUTH 2025) yang digelar pada 1–2 Oktober 2025, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM berupaya menghidupkan kembali nilai-nilai “Bandung Spirit” dengan tema besar “70 Years Bandung Spirit: Re-invigorating Decolonial Struggle amidst Geopolitical Turbulence.”
Konvensi yang berlangsung di Kampus UGM Yogyakarta ini menghadirkan akademisi, peneliti, dan aktivis dari berbagai negara Asia, Afrika, hingga Amerika Latin. Forum ini menjadi ruang refleksi dan dialog lintas disiplin untuk meninjau kembali warisan Konferensi Bandung dalam konteks dunia kontemporer yang tengah bergejolak secara geopolitik, ekonomi, maupun iklim.
Dekolonisasi sebagai Agenda Intelektual Global Selatan
Dalam pidato kuncinya, Prof. Vedi Hadiz, Guru Besar University of Melbourne, menegaskan bahwa semangat Konferensi Bandung harus dimaknai sebagai solidaritas anti-imperialisme yang relevan dengan teori dekolonisasi modern.
“Teori dekolonisasi merupakan bentuk ambisi untuk membebaskan diri kita dari ketergantungan epistemologis terhadap kekuatan Barat. Jika ditilik kembali, yang digarisbawahi adalah kerjasama di antara negara-negara Global South itu sendiri. Saling membantu untuk menopang satu sama lain,” ujarnya.
Menurut Prof. Vedi, tantangan masa kini menuntut negara-negara Selatan untuk tidak hanya memerdekakan diri secara politik, tetapi juga secara pengetahuan dan wacana. Dengan demikian, perjuangan emansipatoris tidak berhenti pada aspek kebangsaan, melainkan berkembang menjadi gerakan intelektual yang menolak dominasi narasi global berpusat Barat.
Seruan Kolaborasi dan Kemandirian Kolektif
Hal senada disampaikan oleh Prof. Yanjie Gao, Dean of the School of International Studies Xiamen University, yang menekankan pentingnya membangun tatanan pengetahuan baru yang berakar dari pengalaman Global South.
“Kita bertemu di momen transformasi global yang mendalam, baik secara geopolitik, ekonomi, maupun intelektual. Karena itu, sistem pengetahuan kita juga harus bertransformasi agar tidak didominasi oleh narasi yang berpusat pada narasi Barat. Tugas kita kini jelas, yaitu mendekolonisasi pengetahuan dan merebut kembali agensi intelektual di negara-negara Global South, serta memetakan masa depan yang tampak seperti masa depan kita,” paparnya.
Prof. Gao menambahkan, semangat solidaritas dan kemandirian kolektif tetap menjadi fondasi utama dalam upaya membangun dunia yang lebih adil dan inklusif.
UGM Dorong Kolaborasi Akademik Lintas Negara
Dekan FISIPOL UGM, Dr. Wawan Mas’udi, dalam sambutannya menekankan pentingnya forum akademik lintas negara seperti GO SOUTH untuk memperkuat solidaritas intelektual.
“Konvensi ini kami harapkan dapat memberikan kontribusi kerjasama yang mencerminkan nilai-nilai solidaritas, keadilan, dan humanitas yang merupakan inti dari Bandung Spirit,” ujarnya.
Menurut Dr. Wawan, kolaborasi antara para akademisi dan pembuat kebijakan dari berbagai kawasan dunia tidak hanya memperkaya perspektif, tetapi juga membantu memahami kompleksitas tantangan yang dihadapi negara-negara Selatan saat ini—dari krisis utang hingga ketimpangan pembangunan.
Forum Global untuk Refleksi dan Aksi
GO SOUTH 2025 menghadirkan sejumlah pembicara internasional, di antaranya Vedi Hadiz (University of Melbourne), Yun Zhang (Nanjing University), Kamari Clarke (University of Toronto), Muhadi Sugiono (UGM), dan Francisco Urdinez (Pontificia Universidad Católica de Chile). Sesi seminar dipandu oleh Poppy Sulistyaning Winanti dari UGM.
Topik yang dibahas meliputi:
-
Revisiting Bandung Spirit: Theories and Practices
-
Global South and the Politics of Knowledge Production
-
Global Divide and Inequalities: Development, Climate, and Beyond
-
In Defense of Humanity and Democracy: Violence, Oppression, and Exclusion
-
Power Shifts: Repositioning the Global South
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 2019, konvensi ini telah menjadi ajang penting bagi pertukaran gagasan lintas disiplin dan generasi. Tahun ini, GO SOUTH 2025 menampilkan 13 panel dengan tiga sesi khusus, menghadirkan 114 presenter dan moderator, serta 76 presentasi yang mencakup akademisi, mahasiswa, jurnalis, dan aktivis sosial dari tiga benua.
Dengan semangat Bandung yang terus menyala, GO SOUTH 2025 bukan hanya wadah diskusi intelektual, tetapi juga cermin upaya kolektif untuk menata ulang hubungan global menuju dunia yang lebih adil, berdaulat, dan setara sebuah cita-cita yang masih relevan tujuh puluh tahun setelah Bandung menjadi saksi sejarah solidaritas dunia Selatan.