Marknews.id , Yogyakarta – Kasus gigitan ular masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Data menunjukkan, lebih dari 135 ribu kasus tercatat setiap tahunnya dengan tingkat kematian diperkirakan mencapai 10 persen. Namun angka ini diyakini lebih tinggi, lantaran banyak kasus tidak pernah dilaporkan.
Dalam kuliah umum daring bertajuk “Mengenali Risiko Perjalanan di Daratan Terkait Kejadian Gigitan Ular Berbisa” yang digelar Program Magister Ilmu Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (4/9), pakar toksikologi ular berbisa, dr. Tri Maharani, M.Si., Sp.EM, menyoroti persoalan mendasar yang sering luput dari perhatian: kesalahan penanganan pertama.
Masyarakat Masih Percaya Klenik
Menurut dr. Tri Maharani, penyebab utama kematian bukan semata karena keterbatasan antivenom, melainkan keputusan korban atau keluarga yang masih mempercayai pengobatan non-medis.
“Banyak yang memilih jalan tradisional, bahkan klenik, dibanding segera mencari pertolongan medis. Akibatnya, waktu emas untuk penyelamatan hilang,” ujarnya.
Sulit Bedakan Ular Berbisa
Ia juga menjelaskan bahwa perubahan iklim membuat ciri fisik ular semakin sulit dikenali. Selama ini masyarakat mengenal perbedaan antara ular berbisa dan tidak berbisa melalui bekas gigitan—namun hal tersebut kini tidak lagi akurat.
“Cara paling aman adalah menganggap semua ular berpotensi berbisa. Jangan coba menyentuh, apalagi menangkapnya,” tegas dr. Tri.
Pencegahan Lebih Utama
Ular, kata dr. Tri, sebenarnya bukan hewan agresif. Mereka cenderung menghindar dari manusia. Namun, kesalahan perilaku sering memicu gigitan. Beberapa langkah pencegahan yang disarankan antara lain:
-
Menghindari gerakan atau getaran berlebihan di tanah.
-
Segera menjauh jika melihat ular.
-
Tidak mencoba mengusir atau menangkap ular.
“Dalam bahasa Jawa ada pepatah, sing waras ngalah. Kalau melihat ular, lebih baik kita mundur,” katanya.
Bahaya Racun Ular
Gigitan ular berbisa bisa menimbulkan dua jenis dampak mematikan:
-
Neurotoksin, menyerang sistem saraf hingga menyebabkan kelumpuhan otot dan gagal napas.
-
Hematotoksin, merusak sel darah serta pembuluh, menimbulkan pendarahan, bengkak, hingga nyeri hebat.
Pertolongan Pertama yang Tepat
Dr. Tri menegaskan, langkah pertama yang benar adalah mengimobilisasi bagian tubuh yang terkena gigitan agar racun tidak cepat menyebar.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk menghindari sejumlah tindakan keliru, seperti menyiram luka dengan air panas, mengompres dengan es, membakar luka, menghisap racun dengan mulut, maupun mengoleskan ramuan herbal.
“Semua itu tidak membantu, justru memperparah kondisi pasien,” tegasnya.
Para pakar menilai, edukasi publik merupakan jalan keluar untuk menekan angka kematian akibat gigitan ular. Tanpa pemahaman yang tepat, korban berisiko tinggi kehilangan nyawa meski sudah ada fasilitas medis yang memadai.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan