MARKNEWS.ID , YOGYAKARTA – Perkembangan pesat teknologi Generative Artificial Intelligence (GenAI) kian menyita perhatian dunia pendidikan. Di tengah kekhawatiran akan tergesernya kemampuan berpikir kritis generasi muda, hadir pula peluang besar untuk menjadikan GenAI sebagai alat pembelajaran yang inovatif. Menyikapi dinamika ini, Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar program kolaboratif lintas negara bersama Methodist Girls’ School (MGS) Singapura dan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta, bertajuk The Methodist Girls’ Schools (MGS) ASEAN Programme (MAP).

Program ini resmi dimulai pada 4 Agustus 2025 dalam bentuk kelas daring yang melibatkan 40 siswi dari MGS Singapura dan Stella Duce 1 Yogyakarta. MAP dirancang sebagai wadah pembelajaran lintas negara yang menggali potensi dan tantangan penggunaan GenAI dalam pendidikan.

Dalam sesi pembukaan, Peneliti CfDS Ayom Mratita P. memaparkan materi bertajuk “AI and Your Education: Hype or Real Change?”. Ayom mengajak para peserta untuk bersikap lebih kritis terhadap kehadiran GenAI di ruang belajar. Ia menekankan bahwa meskipun GenAI mampu menciptakan konten baru, ia tetap tidak memahami konteks secara manusiawi.

“Kita sering terkagum-kagum melihat GenAI bisa lolos ujian advokat atau GRE (Graduate Record Examination), tapi penting diingat, ia tidak benar-benar mengerti. Ia hanya meniru pola,” jelas Ayom.

Lebih lanjut, Ayom mengingatkan akan risiko penggunaan GenAI seperti ketergantungan, penyalahgunaan, dan penyebaran misinformasi. Namun, ia juga melihat potensi positif GenAI bila dimanfaatkan dengan bijak.

“Jika digunakan secara tepat, GenAI dapat membantu menyusun sistem pembelajaran yang lebih adaptif sesuai dengan kebutuhan tiap siswa,” ujarnya.

Untuk memperkuat pemahaman, para peserta dibagi dalam beberapa kelompok dengan tugas menyusun esai dan presentasi singkat. Tema yang diangkat pun beragam, mulai dari dampak GenAI terhadap proses belajar, tantangan hoaks di media sosial, hingga perbandingan kebijakan pendidikan AI antara Indonesia dan Singapura. Salah satu kelompok bahkan menggagas visi masa depan digital yang inklusif bagi para pelajar di kawasan ASEAN.

Seluruh rangkaian MAP akan ditutup dengan kunjungan peserta ke kantor CfDS dan FISIPOL UGM pada 5 November 2025. Dalam sesi tersebut, para siswi akan mempresentasikan hasil analisis dan rekomendasi mereka di hadapan akademisi dan peneliti UGM.

Program ini merupakan wujud konkret kontribusi CfDS dalam menjalankan Tridharma perguruan tinggi, khususnya dalam penguatan literasi digital pelajar. Kolaborasi lintas negara ini juga menjadi forum penting dalam mendorong dialog konstruktif antar generasi muda ASEAN dalam menyikapi perkembangan teknologi yang terus berkembang.

 

Reporter: M Saifullah Rifat

Tag