Beranda Berita Utama Soping, Surga Buku Bekas dan Hiburan Anak Kota: Kisah Sasana Triguna Tempo Dulu
Berita Utama

Soping, Surga Buku Bekas dan Hiburan Anak Kota: Kisah Sasana Triguna Tempo Dulu

Marknews.id– Sebelum ada Taman Pintar yang kini ramai oleh anak-anak sekolah dan rombongan wisata edukasi, di tempat yang sama pernah berdiri pusat hiburan dan belanja paling bergengsi di Kota Yogyakarta. Namanya Sasana Triguna Shopping Center, atau yang lebih akrab disapa Soping oleh warga Jogja.

Bagi anak muda 1980–1990-an, Soping bukan sekadar gedung dua lantai di Jalan Senopati. Ia adalah ruang perjumpaan, tempat berburu buku langka, nonton film, hingga sekadar nongkrong mencari inspirasi. Di sinilah aroma masa muda bercampur dengan bau tinta buku bekas, suara deru kendaraan Colt di belakang gedung, dan lantunan musik dari toko-toko kaset.

Pasar Modern di Zamannya

Lantai pertama Soping menjadi pusat belanja yang modern untuk zamannya. Di sana ada kios pakaian, lapak buah-buahan segar dari luar daerah, dan deretan penjual sayur yang sibuk menata dagangan. Suasananya selalu ramai, apalagi menjelang sore.

Sementara itu, di lantai dua berdiri dua bioskop legendaris: Senopati Theatre di sisi barat, yang kerap memutar film nasional atau film “second round,” dan Jogja Theatre di sisi timur yang jadi tempat memutar film perdana. Di antara keduanya ada ruang amusement—tempat game jadul yang jadi magnet anak muda selepas sekolah.

Namun daya tarik sesungguhnya Soping bukan di dalam gedung, melainkan di halaman depannya.

Surga Buku Bekas dan Majalah Langka

Mulai dari gerbang hingga sisi timur halaman, berjajar kios-kios buku bekas yang legendaris. Di sinilah orang bisa menemukan hampir semua jenis bacaan: dari majalah otomotif Motor-Mobil, Intisari, sampai koran luar negeri dan majalah berbahasa asing.

“Buku apa pun ada, asal bukan Enny Arrow atau Nick Carter,” begitu canda khas para penjual kala itu.

Yang menarik, penjual buku di Soping dikenal murah hati. Siapa pun boleh membaca di tempat, bahkan mencatat isi buku tanpa harus membeli. Buku-buku mereka boleh diacak-acak mahasiswa, asal niatnya belajar. “Asal yang ngacak mahasiswa, ya monggo,” kata salah seorang penjual sambil tersenyum bangga. Bagi mereka, membantu pelajar berarti ikut menyalakan api pengetahuan.

Di antara tumpukan buku, sesekali muncul sosok-sosok tak biasa—orang yang datang tiba-tiba memeriksa koleksi. Mereka mencari “buku terlarang”, biasanya yang berideologi kiri. Jika ketahuan, buku-buku itu langsung disita, tanpa surat, tanpa penjelasan. Pedagang buku hanya bisa pasrah, menatap buku-buku yang raib entah ke mana.

Terminal Mini di Belakang Gedung

Di bagian belakang Soping, deru kendaraan kecil tak pernah berhenti. Ada Colt, Bison, hingga station wagon yang mengantre penumpang untuk rute-rute seperti Yogya–Godean, Yogya–Kaliurang, atau Yogya–Bantul. Dari sinilah denyut ekonomi kecil Jogja berputar.

Namun seiring waktu, terminal mini itu perlahan menghilang. Orang mulai memilih kredit sepeda motor, dan kendaraan umum kecil satu per satu lenyap dari jalanan.

Kenangan yang Tertinggal

Kini, tempat legendaris itu telah menjelma menjadi Taman Pintar Yogyakarta. Riuhnya suara anak-anak dan wahana edukatif menggantikan denting piano dari bioskop lama dan debur halaman yang dulu penuh buku.

Soping tinggal kenangan, tapi bagi mereka yang pernah hidup di masa itu, aroma nostalgia masih kuat: bau buku bekas yang menguning, serbuk kayu lapak kios, dan tawa mahasiswa yang mencatat di sela-sela halaman.

Jogja berubah, tapi ingatan tentang Sasana Triguna Shopping Center tetap abadi — seolah sebuah bab dalam buku yang tak pernah benar-benar ditutup.

Oleh : Agus U, Jurnalis

Sebelumnya

Ketanggungan, Kampung Prajurit yang Kian Terlupa di Jantung Yogyakarta

Selanjutnya

Mobilitas Meningkat, Stasiun Lempuyangan Catat Lonjakan Penumpang hingga September 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mark News