Dorong Penguatan Implementasi UU Konservasi Baru, Geopix Apresiasi Penegakan Hukum Kasus Perdagangan Satwa Liar di Jambi

Marknews.id, Yogyakarta — Upaya penegakan hukum terhadap kejahatan perdagangan satwa liar di Indonesia kembali menunjukkan kemajuan. Geopix menyampaikan apresiasi atas keberhasilan aparat penegak hukum yang berhasil menuntaskan kasus perdagangan ilegal 1,3 kilogram sisik trenggiling dan 600 gram cula badak sumatera di Jambi.
Putusan Pengadilan Negeri Jambi Nomor 244/Pid.Sus/LH/2025/PN Jmb yang dibacakan pada 9 Oktober 2025 menjatuhkan hukuman pidana penjara tiga tahun dan denda sebesar Rp50 juta kepada para pelaku. Kasus ini menjadi salah satu tonggak penerapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, yang menekankan penguatan aspek hukum terhadap tindak pidana konservasi di Indonesia.
Bukti Reformasi Penegakan Hukum
Keberhasilan ini dinilai sebagai bukti nyata bahwa penegakan hukum di bidang konservasi satwa liar di Tanah Air terus mengalami perbaikan. Proses hukum yang lebih berintegritas dan berani di Jambi menjadi cerminan meningkatnya keseriusan pemerintah dalam memberantas jaringan kejahatan satwa liar yang selama ini kerap luput dari jerat hukum.
Direktur Center for Orangutan Protection (COP), Daniek Hendarto, menegaskan bahwa pencapaian ini merupakan hasil kerja panjang yang melibatkan banyak pihak.
“Proses ini bukan hal yang mudah, butuh waktu, kesabaran, keberanian dan koordinasi yang kuat antar instansi. Kejahatan satwa liar adalah kejahatan terorganisir, sehingga penanganannya pun harus terorganisir dan kolaboratif. Keberhasilan di Jambi ini menunjukkan bahwa ketika semua pihak berjalan bersama, hasilnya akan terwujud lebih baik, dimana hukum dapat benar-benar hadir untuk melindungi satwa liar dilindungi,” ujar Daniek.
Geopix: Momentum Baru Perlindungan Satwa Liar
Sementara itu, Dr. Danang Anggoro, Direktur Geopix, mengapresiasi langkah tegas aparat penegak hukum yang telah bekerja keras hingga kasus ini tuntas. Menurutnya, penerapan UU Nomor 32 Tahun 2024 membawa semangat baru dalam mempertegas posisi negara dalam melindungi satwa liar dari ancaman perburuan dan perdagangan ilegal.
“Kami mengapresiasi kerja aparat penegak hukum dan semua pihak yang terlibat dalam penegakan hukum dalam kasus ini. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 membawa semangat baru dengan makin mempertegas posisi negara dalam melindungi satwa liar dari perburuan dan perdagangan ilegal. Harapannya, implementasi di lapangan juga semakin kuat, dimana aparat penegak hukum bisa menjangkau bukan hanya pelaku lapangan, tapi juga jaringan besar di balik perdagangan satwa liar tersebut,” tutur Danang.
Tantangan Jangka Panjang dan Harapan ke Depan
Meski demikian, Geopix menilai bahwa kasus perdagangan sisik trenggiling dan cula badak di Jambi hanyalah bagian kecil dari kejahatan perdagangan satwa liar yang terjadi dalam skala lebih luas. Perdagangan ilegal ini bahkan memiliki kompleksitas dan nilai ekonomi yang bisa disetarakan dengan peredaran narkoba internasional.
Sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia masih menjadi target jaringan lintas negara yang mencari keuntungan besar dari perdagangan satwa liar dilindungi. Oleh karena itu, Geopix menilai implementasi UU Nomor 32 Tahun 2024 harus dijadikan momentum untuk memperkuat langkah-langkah pemutusan rantai kejahatan ini.
Selain menegakkan hukum dengan tegas, Geopix juga menekankan pentingnya pengawasan lintas wilayah, peningkatan kapasitas aparat pengawas, serta peran aktif masyarakat dan media dalam pemantauan kasus serupa. Dukungan publik diyakini menjadi elemen penting agar perlindungan satwa liar dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Dengan kolaborasi yang kuat antara lembaga penegak hukum, organisasi konservasi, dan masyarakat, diharapkan upaya melindungi satwa liar Indonesia tidak hanya berhenti di meja pengadilan, tetapi juga menciptakan efek jera bagi para pelaku sekaligus menjaga keberlangsungan ekosistem bagi generasi mendatang.