Beranda Berita Utama Mahasiswa UGM Ciptakan Aplikasi “Kata Kita” untuk Bantu Anak Cerebral Palsy dan Speech Delay Belajar Bicara Lewat Game Edukatif
Berita Utama

Mahasiswa UGM Ciptakan Aplikasi “Kata Kita” untuk Bantu Anak Cerebral Palsy dan Speech Delay Belajar Bicara Lewat Game Edukatif

Marknews.id, Yogyakarta– Inovasi kembali lahir dari tangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM). Sekelompok mahasiswa lintas fakultas berhasil mengembangkan aplikasi “Kata Kita”, sebuah permainan edukatif berbasis digital yang dirancang untuk membantu anak-anak penyandang cerebral palsy dan speech delay dalam belajar berbicara secara menyenangkan dan interaktif.

Aplikasi ini digagas oleh Muhammad Zufar Syafiq dan Muhammad Haidar Syafiq dari Fakultas Teknik Informatika, bersama Kesha dari Fakultas Psikologi, serta Nabila Samna Haki (Abing) dari Fakultas Ilmu Budaya. Mereka berkolaborasi dengan Wahana Keluarga Cerebral Palsy (WKCP) Yogyakarta, sebuah komunitas orang tua dan penyandang cerebral palsy yang aktif memberikan pendampingan.

Terinspirasi dari Kesulitan Nyata di Lapangan

Zufar menjelaskan, ide pembuatan aplikasi ini muncul setelah timnya melakukan observasi di komunitas WKCP. Dari hasil pengamatan, mereka menemukan fakta mencolok: sekitar 75 persen anak penyandang cerebral palsy tidak dapat berbicara sama sekali, sedangkan sisanya mengalami keterlambatan bicara ringan hingga sedang.

“Kami menemukan banyak orang tua kesulitan mengakses terapi karena kendala ekonomi dan mobilitas. Media terapi yang ada juga cenderung monoton dan kurang interaktif,” ujar Zufar.

Temuan tersebut mendorong tim mahasiswa UGM itu untuk menciptakan solusi digital yang mampu menghadirkan suasana terapi yang lebih menarik, ringan, dan dapat dilakukan di rumah tanpa biaya besar.

Tokoh “Budi”, Pintu Masuk Belajar Bicara Melalui Permainan

Melalui Kata Kita, anak-anak diajak berpetualang bersama karakter utama bernama Budi, seorang anak dengan speech delay yang harus mengumpulkan “buku resep” dalam berbagai level permainan seperti kebun, peternakan, dan dapur.

Setiap level menghadirkan tantangan berbicara, di mana anak diminta mengucapkan kata tertentu seperti “apel” atau “bawang”. Suara anak akan dideteksi oleh sistem dan dinilai berdasarkan ketepatan pelafalan.

“Kalau salah ucap, anak tidak dimarahi. Justru muncul pesan afirmatif seperti ‘Wah, kamu sudah hebat!’ supaya anak tetap semangat,” tambah Zufar.

Pendekatan ini, menurut Zufar, menjadi kunci untuk menciptakan pengalaman belajar yang positif. Banyak anak dengan keterbatasan bicara yang sensitif terhadap koreksi keras, sehingga pendekatan yang lembut dinilai lebih efektif untuk mendorong kemajuan mereka.

Fitur AR dan Pemantauan Online, Kombinasi Terapi dan Teknologi

Tidak berhenti pada permainan edukatif, tim UGM juga menambahkan fitur Augmented Reality (AR) untuk menjaga antusiasme anak. Setelah menyelesaikan satu level, pemain akan mendapatkan kartu AR yang dapat dipindai melalui kamera dan menampilkan objek tiga dimensi di layar.

“Kartu AR membuat anak tidak bosan. Setelah belajar bicara, mereka bisa bermain sambil melihat gambar hewan atau benda muncul di layar,” jelas Haidar.

Selain itu, aplikasi ini juga terhubung dengan website pemantauan khusus bagi orang tua. Melalui dasbor digital, mereka dapat melihat data perkembangan anak, mulai dari kata yang berhasil diucapkan, tingkat akurasi, hingga progres keseluruhan.

Menariknya, sistem analisis pada website ini memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) Google Gemini untuk menyusun ringkasan hasil latihan dan memberikan insight perkembangan anak secara otomatis.

“Fitur ini bukan untuk menggantikan terapi profesional, tapi menjadi alat bantu terapi di rumah,” ujar Zufar.

Dapat Respons Positif dari Terapis dan Orang Tua

Sebelum resmi diluncurkan, Kata Kita telah melalui tahap validasi oleh Ikatan Terapis Wicara Indonesia (Ikat Dwi) DIY dan dosen pembimbing Fakultas Psikologi UGM, Elga Ndriana. Hasilnya, aplikasi ini mendapat sambutan hangat dari para profesional maupun orang tua pengguna.

Zufar mengungkapkan, banyak orang tua yang secara aktif mendampingi anaknya bermain dan berlatih menggunakan aplikasi tersebut, bahkan di luar jadwal pendampingan yang dijadwalkan tim.

“Kami bisa lihat dari data website, banyak orang tua yang membuka aplikasi di luar sesi pelatihan. Artinya, mereka merasa terbantu,” kata Zufar.

Harapan Jadi Solusi Nasional bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Ke depan, tim pengembang berharap Kata Kita dapat terus dikembangkan dengan dukungan para profesional terapi wicara, sekaligus menjangkau lebih banyak keluarga di berbagai daerah di Indonesia.

“Kami ingin anak-anak bisa belajar bicara dengan cara yang menyenangkan, tanpa tekanan, dan bisa didampingi orang tuanya di rumah,” tutup Zufar.

Dengan pendekatan yang menggabungkan teknologi, psikologi, dan empati, inovasi mahasiswa UGM ini menjadi bukti bahwa solusi pendidikan inklusif bisa lahir dari ide sederhana yang berangkat dari kepedulian terhadap sesama.

 

Sebelumnya

Gerindra DIY Kawal Program Makan Bergizi Gratis, Pastikan Dampak Ekonomi Dirasa Masyarakat

Selanjutnya

Wisatawan Asing Makin Gemar Naik Kereta Api, KAI Daop 6 Yogyakarta Catat Kenaikan Penumpang WNA 3 Persen

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mark News